Jumat, 13 April 2012

Perilaku keorganisasian -- Teori kepemimpinan kontingensi, normatif menurut vroom dan yetton, dan teori path goal


TEORI KEPEMIMPINAN
1. TEORI KEPEMIMPINAN CONTINGENCY FIEDLER (Matching Leaders and Tasks)
Fiddler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2: yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada maintenance. Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi.
· Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
· Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi2 yg spesifik.Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
2. MODEL KEPEMIMPINAN NORMATIF MENURUT VROOM DAN YETTON (Normative Theory: Decision Making and Leader Effectiveness: Vroom & Yetton, 1973)
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan ybs melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari Vroom and Yetton.
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas lain yang lebih rasional daripada solusi yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
3. Apakah masalahnya terstruktur?
4. Apakah penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
5. Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh subordinat saya?
6. Apakah subrodinat saya memiliki tujuan organisasi yang sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik akan terjadi di kalangan subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui metode kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu. Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree) yang membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom & Yetton, 1973:
  1. Penerimaan Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, menghilangkan gayaotokratis.
  2. Konflik Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
  3. Keadilan Aturan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting, gunakan gaya yang paling partisipatif.
  4. Penerimaan Aturan Prioritas: Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis, dan jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.

3. TEORI PATH-GOAL DALAM KEPEMIMPINAN

Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
  1. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
  2. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gayakepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
1. Instrumental (directive) àInstrumental (directive): suatu pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan
2. SupportiveàMendukung: sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
  1. ParticipativeàPartisipatif: suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan
  2. Achievement-orientedàPrestasi berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mencari perbaikan dalam kinerjaGayakepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand(Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gayakepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gayakepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportiveyang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

Contoh Kasus :  
Pendiri sekaligus ikon Yahoo, Jerry Yang, resmi mengundurkan diri tak lama setelah penunjukan CEO barunya, Scott Thompson. Jerry adalah sosok yang mengawal transformasi Yahoo mulai dari membidani kelahirannya, mencetak masa gemilang hingga perlahan turun pamor. 

Lahir di Taiwan dan tumbuh di San Jose, Amerika Serikat (AS), Jerry bersama rekannya David Filo mendirikan Yahoo pada 1995. Dua tahun kemudian, Yahoo mulai go public, dengan Timothy Koogle dimunculkan sebagai CEO. 

Seiring meningkatnya trafik Yahoo, pendapatan pun terus naik dari iklan. Ini membantu nilai saham Yahoo melesat lebih dari USD 100 miliar. Prestasi cemerlang ini lantas dihantam fenomena dot-com bust, dimana banyak perusahaan dot.com lain mulai bermunculan. 

Ini menyebabkan saham Yahoo turun drastis. Dilansir Bloomberg, Rabu (18/1/2012), setelah sempat mencicipi nilai saham yang memuncak pada Januari 2000, selanjutnya Yahoo kehilangan hingga 97 persen nilai sahamnya sebelum akhirnya benar-benar melorot pada September 2001. Saat ini, nilai Yahoo diperkirakan sebesar USD 19,1 miliar.

Dalam rentang waktu tersebut, Yahoo sudah beberapa kali mengalami pergantian manajemen dan 'identitas'. Sejak Timothy Koogle digantikan Terry Semel, lantas Jerry Yang sendiri dan Carol Bartz. 

Sebut saja, Terry Semel yang sebelumnya merupakan eksekutif Warner Bros, saat terpilih menggantikan Koogle di 2001, Semel mengubah Yahoo sebagai media hub. Kepemimpinan Semel selama lima tahun memang menumbuhkan penjualan Yahoo hingga 20 persen, namun perusahaan tersebut kehilangan kepemimpinannya di iklan internet tersaingi Google.

Ketika Jerry mengambil alih kursi CEO pada Juni 2007, dia berjanji memperbaharui strategi Yahoo melawan dominasi Google. "Saya siap membawa Yahoo ke level selanjutnya," janji Jerry kala itu. 


DAFTAR PUSTAKA
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
Jurnal:
psikologi.binadarma.ac.id/jurnal_marcel_rita.pdf.indonesian
artikel:
sumber :

Selasa, 03 April 2012

Tugas Perilaku keorganisasian - KEPEMIMPINAN


Gaya kepemimpinan bungkarno


KEPEMIMPINAN IR.SOEKARNO 

Kepemimpinan SoekarnoA. Karir Kepemimpinan Soekarno
Soekarno memulai karirnya sebagai pemimpin organisasi pada usia 26 tahun,tepatnya 14 Juli 1927. Pada saat itu beliau memimpin sebuah partai politik yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mempunyai arah perjuangan kemerdekaan bagiIndonesia. Hal ini mengakibatkan para pimpinan PNI termasuk Soekarno ditangkap dandiadili oleh pemerintahan kolonial Belanda. Tetapi pada saat di dalam proses pengadilan Soekarno malah menyampaikan pandangan politiknya mengenai gugatannyaterhadap pemerintahan yang terkenal dengan
 Indonesia menggugat 
 Sikap Soekarno sebagai pemimpin bangsa pada saat itu sangat menekankan pentingnya persatuan dalam nasionalisme, kemandirian sebagai sebuah bangsa dan anti pejajahan. Hal ini tercermin di dalam pidato-pidato beliau dalam menggelorakansemangat revolusi secara besaran-besaran untuk lepas dari belenggu imperialisme.Akhirnya Soekarno berhasil menggelorakan semangat revolusi dan mengajak berdiri diatas kaki sendiri bagi bangsanya, walaupun belum sempat berhasil membawa rakyatnyadalam kehidupan yang sejahtera. Konsep “berdiri di atas kaki sendiri” memang belumsampai ke tujuan tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggaan pada eksistensi bangsa. Daripada berdiri di atas utang luar negeri yang terbukti menghadirkanketergantungan dan ketidakberdayaan (neokolonialisme).Sikap tersebut mengakibatkan Belanda membubarkan organisasi PNI sehinggaSoekarno dan teman seperjuangannya bergabung dengan Partindo pada bulan Juni tahun1930. Setelah melalui perjuangan yang panjang bahkan beliau pernah dipenjara kembalioleh Belanda namun tidak menyurutkan langkah perjuangannya. Pada akhirnya, padatanggal 17 Agustus 1945 Soekarno bersama Muhammad Hatta berhasilmemproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia menandai berdirinya negara yang berdaulat. Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadidasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukannusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, danAmerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.Setelah pemerintahan berjalan di tangan bangsa Indonesia, Soekarno memimpin pemerintahan dan mengalami berbagai fase dalam pemerintahannya. Fase pertama
http://sync.mathtag.com/sync?mt_exid=2&admeld_user_id=d54fc4a1-8321-40be-9277-fbf6333ceb70&admeld_adprovider_id=296&admeld_call_type=redirect&admeld_callback=http://tag.admeld.com/match
 
 pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1959) diwarnai semangat revolusioner, sertadipenuhi kemelut politik dan keamanan. Belum genap setahun menganut sistem presidensial sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945, pemerintahan Soekarnotergelincir ke sistem semi parlementer. Pemerintahan parlementer pertama dan keduadipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Pemerintahan Sjahrir dilanjutkan oleh PMMuhammad Hatta yang merangkap Wakil Presiden.Kepemimpinan Soekarno terus menerus berada di bawah tekanan militer Belanda yang ingin mengembalikan penjajahannya, pemberontakan-pemberontakan bersenjata, dan persaingan di antara partai-partai politik. Sementara pemerintahan parlementer jatuh-bangun. Perekonomian terbengkalai lantaran berlarut-larutnyakemelut politik. Ironisnya, meskipun menerima sistem parlementer, Soekarnomembiarkan pemerintahan berjalan tanpa parlemen yang dihasilkan oleh pemilihanumum. Semua anggota DPR (DPRGR) dan MPR (MPRS) diangkat oleh presiden dari partai-partai politik yang dibentuk berdasarkan Maklumat Wakil Presiden, tahun 1945.Demi kebutuhan membentuk Badan Konstituante untuk menyusun konstitusi barumenggantikan UUD 1945, Soekarno menyetujui penyelenggaraan Pemilu tahun 1955, pemilu pertama dan satu-satunya Pemilu selama pemerintahan pada saat itu. Pemilutersebut menghasilkan empat besar partai pemenang yakni PNI, Masjumi, NU dan PKI.Usai Pemilu, Badan Konstituante yang disusun berdasarkan hasil Pemilu, mulai bersidang untuk menyusun UUD baru. Namun sidang-sidang secara marathon selamalima tahun gagal mencapai kesepakatan untuk menetapkan sebuah UUD yang baru.Menyadari bahwa negara berada di ambang perpecahan, Soekarno dengandukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya; membubarkanBadan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966, Bung Karnomemerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presidenseumur hidup. Pemerintahan parlementer yang berpegang pada UUD Sementara, juga jatuh dan bangun oleh mosi tidak percaya. Akibatnya, kondisi ekonomi kacau.Pada fase kedua kepemimpinannya, 1959-1967, Soekarno menerapkandemokrasi terpimpin. Semua anggota DPRGR dan MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih fokus pada bidang politik. Bung Karno berusahakeras menggiring partai-partai politik ke dalam ideologisasi NASAKOM—Nasional,Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM adalah
 
PNI, NU dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto Politik USDEK. Diamenggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM. Namun di tengah tingginya persaingan politik Nasakom itu, pada tahun 1963, bangsa ini berhasil membebaskanIrian Barat dari cengkraman Belanda.Tahun 1964-1965, Soekarno kembali menggelorakan semangat revolusioner  bangsanya ke dalam peperangan (konfrontasi) melawan Federasi Malaysia yangdidukung Inggris. Sementara, dalam kondisi itu, tersiar kabar tentang sakitnyaSoekarno. Situasi semakin runyam tatkala PKI melancarkan Gerakan 30 September 1965. Tragedi pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat tersebut menimbulkan situasichaos di seluruh negeri dan menyebabkan kondisi politik dan keamanan hampir tak terkendali.Menyadari kondisi tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11Maret 1966 kepada Jenderal Soeharto. Ia mengangkat Jenderal Soeharto selakuPanglima Komando Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang bertugasmengembalikan keamanan dan ketertiban. Langkah penertiban pertama yang dilakukanSoeharto, sejalan dengan tuntutan rakyat ketika itu, membubarkan PKI. Soekarno,setelah tragedi berdarah tersebut, dimintai pertanggungjawaban di dalam sidangistimewa MPRS tahun 1967. Pidato pertanggungjawabannya ditolak. KemudianSoeharto diangkat selaku Pejabat Presiden dan dikukuhkan oleh MPRS menjadiPresiden RI yang Kedua, Maret 1968.
B. Gaya Kepemimpinan Soekarno
Melihat bagaimana seorang Soekarno memimpin di dalam sebuah organisasimaupun pemerintahan, menunjukkan perannya yang sentral sebagai seorang pemimpinsejati, sebagai seorang inspirator, idealis dan sebagai simbol perjuangan rakyat dalammenegakkan negara yang berdaulat yang dapat dijadikan sebagai panutan. Akan tetapi,ia akhirnya dijadikan kambing hitam atas peristiwa yang mengakibatkan kekacauan politik di masa akhir kepemimpinannya. Dan gaya yang diterapkannya jelasmenunjukkan bahwa Soekarno merupakan tipe pemimpin yang demokratis denganmengedepankan semangat persatuan di atas kepentingan golongan, kelompok, ras, suku,agama tertentu akan tetapi juga ada yang menilainya sebagai pemimpin yang bertipe
http://tag.admeld.com/match?admeld_adprovider_id=338&external_user_id=C3D0C0ADACBC914E614446740258EF8B
 
otoriter karena terkesan memaksakan kebijakan pemerintahannya kepada lembagalegislatif pada saat itu.Sebagai seorang pemimpin sejati soekarno mampu membawa arah perjuangantetap konsisten meskipun banyaknya rintangan yang dihadapinya. Dapat dijadikancontoh ketika beliau berkali-kali dipenjara oleh pemerintahan kolonial, beliau tetaptegar bahkan semakin lantang dalam menentang penjajahan sampai memperolehkemerdekaannya.Dalam hal sebagai inspirator atau seorang idealis Soekarno dapat menunjukkan prestasinya melalui rumusan Pancasila yang menjadi dasar negara hingga sekarangdisamping pemikiran-pemikiran yang lain seperti Marhaenisme, kemandirian untuk hidup di atas kaki sendiri, nasionalisme persatuan di atas perbedaan yang ada di dalamnegara dan satu idealisme yang kontroversial mengenai konsep NASAKOM(Nasionalis, Agama dan Komunis) demi tercapainya persatuan bangsa mencapaieksistensinya di dalam mempertahankan kemerdekaan. Sebagai pemimpin yang idealis,Soekarno tidak mudah terpengaruh dengan keadaan bangsa ketika dihadapkan padasituasi yang sedang gawat. Beliau tetap berada untuk berada di atas prinsipnya sendiridan menghindari campur tangan asing. Idealis seperti ini tercermin dengan seringnya pergantian sistem pemerintahan demi mengatasi masalah di dalam keadaan yang berbeda-beda. Bahkan idealismenya terlihat agak otoriter karena harus memaksakankeputusannya dalam mengatasi krisis dengan dekrit presiden, dan mengangkat dirinyamenjadi presiden seumur hidup misalnya.Pada masa perjuangan menegakkan kedaulatan bangsa, Soekarno layak disebutsebagai simbol perjuangan karena pada saat itu beliau mampu tampil sebagai diplomatdan orator yang mampu mengobarkan semangat perjuangan rakyat. Keberanian beliauterlihat ketika menyuarakan secara berapi-api tentang revolusi nasional, antineokolonialisme dan imperialisme. Dan juga kepercayaannya terhadap kekuatan massa,kekuatan rakyat. Beliau adalah seorang pemimpin yang rendah hati disamping sebagaiseorang pemberani. Sifat ini dapat dilihat dari dalam karyanya ‘Menggali ApiPancasila’. Beliau berkata “Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karenarakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat,” Maka pantasapabila beliau dijadikan simbol perjuangan rakyat karena ketulusannya demi dan untuk rakyatnya.
 
Pada akhirnya, Soekarno tetaplah manusia biasa yang tidak terlepas darikesalahaan yang harus beliau bayar dengan melepaskan jabatannya sebagi PresidenRepublik Indonesia yang pertama. Pada akhir jabatannya beliau dianggap bersalahdengan terjadinya tragedi G 30 S PKI yang mengakibatkan beliau harus menjadikambing hitam (as scapegoat) atas terjadinya peristiwa itu dan harus turun tahta dari pemimpin bangsa setelah beliau berhasil mengawalinya .
  
Sumber : blog kompas