Kabarnya pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu dekat ini. Dalihnya, ada tren kenaikan harga minyak bumi di dunia yang dipicu oleh berbagai factor. Bahkan kini harga minyak dunia sudah menyentuh hingga USD 115 per barel atau di atas hitungan anggaran pemerintah USD 90 per barel. Dengan melihat angka di atas, sudah dapat dipastikan pemerintah akan menempuh jalan aman untuk mengamankan kondisi keuangan Negara. Yakni dengan melakukan perubahan APBN 2012, seperti yang pernah dilakukan tahun-tahun sebelumnya.
Sepanjang dua periode pemerintahan, tercatat Presiden SBY sudah 3 kali pernah menaikkan harga BBM. Harga BBM jenis premium yang kini mencapai Rp. 4.500 liter, diperkirakan akan meroket hingga Rp 6-7 ribu per liter. Dipastikan kalau benar pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, akan memberikan efek ganda (efek domino) pada kehidupan riil masyarakat.
Dampak buruk yang langsung dirasakan oleh masyarakat adalah naiknya harga kebutuhan hidup seperti sembako. Soalnya, BBM merupakan alat pertahanan ekonomi yang paling vital bagi seluruh lapisan masyarakat bangsa. Ada dua komoditas pokok yang sangat berpengaruh besar pada kemaslahatan hidup ratusan juta penduduk bangsa ini.
Pertama adalah BBM. Dan kedua yakni beras. BBM berhubungan dengan bahan bakar yang menggerakkkan berbagai alat transportasi dan alat produksi masyarakat. Sedangkan beras, merupakan logistik utama atau makanan pokok bagi mayoritas penduduk di Indonesia. Terganggunya produksi atau naiknya harga dua komoditas di atas, sangat mengganggu nasib kehidupan masyarakat kecil. Terutama bagi mereka yang tergolong keluarga miskin.
Jatuhnya rezim orde lama dan orde baru, tak lain juga akibat ketidak lihaian pemerintah yang berkuasa waktu itu dalam mengelola BBM dan beras nasional. Penulis berani berspekulasi, kejatuhan orde reformasi juga bakal dikarenakanketeledoran pemerintah dalam mengelola masalah perberasan dan BBM.
Beras dan BBM menjadi alat pertahanan ekonomi yang paling ampuh dalam memakmurkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sekaligus sebaliknya, sebagai alat yang paling ampuh untuk menghancurkan kehidupan perdaban sebuah bangsa. Sejarah perjalanan bangsa ini sudah “terlalu kenyang” dengan modus politik yang bersinggungan dengan isu beras dan BBM. Maka jangan sampai terjadi jatuhnya orde reformasi di masa mendatang, juga gara-gara isu BBM dan beras.
Terjadi peningkatan jumlah pengangguran nasional, akibat maraknya pabrik-pabrik dan perusahaan yang memutuskan hubungan kerja para karyawannya. Otomatis jumlah orang miskin semakin membengkak. Kalau pada awal Januari 2012 lalu angka kemiskinan tercatat sebanya 29,89 juta jiwa (data BPS), kontan angka statistiknya akan mengalami peningkatan signifikan.
Pertanyaannya, siapakah sesungguhnya yang diuntungkan dengan langkah pemerintah menaikkan BBM? Apakah rakyat diuntungkan? Apakah pengusaha juga tidak dirugikan? Yang jelas, pemerintah sama sekali tidak mendapatkan untung baik secara citra maupun financial. Sesungguhnya pengelolaan BBM di tanah air masih di monopoli oleh Pertamina, salah satu BUMN yang mengurusi industri BBM. Apakah tidak mungkin, di masa mendatang, sector swasta diberikan kewenanga yang sama untuk turut mengelola industry BBM. Terlalu “picik” pemerintah jika hanya memberikan privasi dan otoritas kepada Pertamina untuk memonopoli industri BBM.
Kita berharap juga Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN mampu menerapkan solusi cerdas dengan membuka kran bagi kebebasan setiap pengusaha pribumi bergerak dalam bidang industry BUMN. Harapannya, masalah harga BBM tidak melulu menjadi kebijakan strategis dan otoriter bagi pemerintah. Melainkan menjadi kebijakan pasar yang lebih demokratis, sebagaimana harga beras dan harga air mineral.
Adanya kompetisi antara Pertamina dan perusahaan swasta dalam industry BBM, hemat penulis, akan memberikan alternative harga yang merakyat. Karena ada kompetisi di sana, sehingga Pertamina sebagai pelaksana teknis atas mahal atau murahnya BBM tidak selalu dikambing hitamkan atas berbagai kebijakan yang telah ditempuh pemerintah.
Masih ada jalan pintas lain, agar harga BBM bisa dikendalikan dan tidak mencekik kehidupan masyarakat? Bagaimana caranya? Yaitu dengan memaksimalkan berbagai penelitian dan inovasi yang bisa menginspirasi adanya sumber bahan bakar baru di Indonesia.
Satu hal yang patut kita pertanyakan adalah, mengapa di tengah harga BBM yang mahal, dan akan terus mengalami kenaikan harga, justru permintaan masyarakat akan kendaraan motor dan mobil pribadi terus mengalami peningkatan tajam? Aneh bukan? Lantas mana yang benardan sahih, adanya rencana kenaikan harga BBM memstinya memberikan efek jera kepada para calon pembeli dan pengusaha kendaraan bermotor dalam membatasi jumlah produksinya, tetapi kenapa malah berlaku hokum sebaliknya?
Ataukah ada rencana kenaikan harga BBM itu cumin sebagai strategi (siasat) politik para pejabat Negara (antara pejabat eksekutif dan yudikatif) untuk menaikkan gaji mereka dan memberikan peluang manis bagi mereka melakukan praktik-praktik korupsi dalam bidang per-BBM-an?
Wilayahnya ini merupakan tanggung jawab para peneliti dan akademisi kampus. Seyogyanya mereka semakin intensif dalam menggalakkan penelitian-penelitian revolusioner di masa mendatang. Misalkan saja mampu menyulap seluruh bahan bakar sepeda motor dan mobil di Indonesia yang jumlahnya jutaan kendaraan, bisa menggunakan tenaga surya. Maka dari itu, karya-karya inovasi dalam bidang sumber energy alternative perlu digalakkan guna mengantisipasi musnah atau habisnya minyak bumi dari dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar