Ø ARYA BIRAMA TRIE SATRIA (11210149) 4EA17
Judul
“Iklan dalam etika dan estetika
periklanan di Indonesia”
Abstrak
Arya Birama, 11210149
Iklan dalam etika dan
estetika periklanan di Indonesia
Jurusan Manajemen, Fakultas
Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2013
Kata kunci : Iklan dalam etika dan estetika
( xi + 13 halaman )
Untuk mengetahui cara etika periklanan di Indonesia.
PENDAHULUAN
· * Definisi
Iklan
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami
sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral
disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi
mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan
tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea,
institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.
Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang
dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan
dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan
diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan
harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan
kehilangan nilai-nilai informatifnya, dan menjadi semata-mata bersifat
propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tinggi dari para produsen
barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan. Padahal, sebagaimana juga
digarisbawahi oleh Britt, iklan sejak semula tidak bertujuan memperbudak
manusia untuk tergantung pada setuap barang dan jasa yang ditawarkan, tetapi
justru menjadi tuan atas diri serta uangnya, yang dengan bebas menentukan untuk
membeli, menunda atau menolak sama sekali barang dan jasa yang ditawarkan. Hal
terakhir ini yang justru menegaskan sekali lagi tesis bahwa iklan bisa
menghasilkan keuntungan-keuntungan bagi masyarkat.
· * Sejarah Periklanan
Secara mendasar, upaya periklanan telah dimulai
sejak ribuan tahun yang lalu. Banyak penemuan-penemuan purbakala yang
mengungkapkan adanya bukti kegiatan promosi dan periklanan sejak jaman dahulu,
walaupun masih dilakukan dalam bentuk yang sangat sederhana. Sejarah periklanan
telah dimulai ribuan tahun lalu, ketika bangsa-bangsa di dunia mulai melakukan
pertukaran barang. Wright (dalam Liliweri, 1992) mencatat bahwa kira-kira 3000
tahun sebelum Masehi, bangsa Mesopotamia dan Babilonia telah meletakkan
dasar-dasar periklanan seperti yang terlihat sekarang ini. Pada jaman itu,
pedagang-pedagang menyewa perahu-perahu dan menyuruh pedagang keliling
mengantarkan hasil produksi ke konsumen yang tinggal di pedalaman dengan
menggunakan teknik pemasaran door to door. Pada jaman Yunani dan Romawi, teknik
beriklan mengalami perkembangan . Pada jaman ini telah dikenal perdagangan
antarkota dimana iklan pada terekota dan perkamen sudah mulai digunakan untuk
kepentingan Lost & Found (Kasali, 1995). Pada masa inilah mulai disadari
pentingnya menggunakan medium untuk menyampaikan informasi. Para pemilik usaha
menggunakan pahatan di dinding-dinding kota untuk memberitahu orang banyak
bahwa mereka mempunyai dagangan tertentu. Pada zaman Caesar, banyak toko di
kota-kota besar yang telah mulai memakai tanda dan symbol atau papan nama
sebagai media utama dalam beriklan.
Periklanan memasuki babak sejarah yang sangat
penting ketika kertas ditemukan pada tahun 1215 di Cina dan mesin cetak
diciptakan Johann Gutenberg pada tahun 1450. Sejak itu medium-medium kuno
ditinggalkan. Orang beralih ke pamphlet atau selebaran-selebaran untuk
menginformasikan atau menjual sesuatu. Selebaran dan pamflet inilah yang
menjadi cikal bakal munculnya surat kabar, sebuah medium klasik yang sampai
sekarang tetap menjadi pilihan pengiklan sebagai medium utama.Periklanan
mengalami perkembangan yang luar biasa cepat seiring dengan tumbuhnya era
industri. Populasi penduduk dunia meningkat, industri-industri baru tumbuh dan
iklan menempati posisi yang penting untuk mendorong penjualan. Sampai abad 19,
belum ada perusahaan periklanan (advertising agency) baik di Eropa maupun di
Amerika. Jadi, siapapun yang ingin mengiklankan sesuatu harus berhubungan
dengan surat kabar. Sekitar tahun 1800-an, kerumitan dan kesulitan diantara
pengiklan dan surat kabar mulai berkembang. Para pengiklan merasakan kebutuhan
untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, bukan hanya masyarakat yang tinggal
satu kota dengannya saja sebagaimana distribusi surat kabar pada masa itu.
Perkembangan itulah yang melahirkan kebutuhan perlunya penghubung antara surat
kabar dengan pengiklan. Hower mencatat dua nama pertama yang bertindak sebagai
advertising agent, yaitu Volney B. Palmer di Philadelphia dan John Hooper di
New York. Oleh orang-orang sesudah mereka, bisnis tersebut dikembangkan ke
dalam sebuah institusi yang disebut advertising agency.
Karena memiliki tanggung jawab moral dan interaksi
yang cukup banyak dengan beragam segmen, para praktisi periklanan di sekitar
abad 19 mulai meletakkan standar-standar periklanan yang lebih baik. Sebagai
contoh, FW Ayer & Son yang didirikan di Philadelphia menjadi advertising
agency tertua yang memberi tatanan modern pada bisnis periklanan. Agency yang
didirikan Francis Wayland Ayer ini memperbaiki teknik-teknik periklanan dan
memajukan standar layanan sebuah agency, termasuk mengembangkan prinsip-prinsip
etika bagi sebuah bisnis yang sukses.
Beberapa standar penting yang berlaku saat ini
merupakan ‘peninggalan’ para praktisi periklanan di abad 19 maupun awal-awal
abad 20, seperti besarnya persentase komisi bagi agency sebesar 15% yang
berlaku pada tahun 1917 maupun pembagian aktifitas perusahaan periklanan ke
dalam 3 bidang dasar yaitu account, creative dan media.
· * Perkembangan periklanan di Indonesia
Perkembangan periklanan di Indonesia telah ada
sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat di surat
kabar telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang terbit di Manado
pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman
dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut
bukan hanya dari perusahaan / produsen, tetapi juga dari individu yang
mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.
Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan
melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar “De
Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel / penginapan di
kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan
belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam
perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan
iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya.
· * Fungsi
Periklanan
Periklanan dibedakan dalam dua fungsi
: fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada
iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata
persuasif.
LANDASAN
TEORI
Pengertian
tata cara beriklan di Indonesia
·
Diatur dalam
Etika Pariwara Indonesia (EPI)
EPI menyusun pedoman tata krama periklanannya
melalui dua tatanan :
Tata Krama (Code of Conducts)
Metode penyebarluasan pesan periklanan
kepada masyarakat, yang bukan tentang unsur efektivitas, estetika, dan
seleranya. Adapun ketentuan yang dibahas meliputi:
- Tata krama isi iklan
- Tata krama raga iklan
- Tata krama pemeran iklan
- Tata krama wahana iklan
Tata Cara (Code of Practices)
Hanya mengatur praktek usaha para
pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil bagi semua
pihak yang saling berhubungan.
Ada 3 asas umum yang EPI jadikan
dasar, yaitu :
1. Jujur, benar, dan bertanggung
jawab.
2. Bersaing secara sehat.
3. Melindungi dan menghargai khalayak,
tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan
dengan hukum yang berlaku.
Tata Krama Periklanan yang diatur oleh
EPI
Diatur berdasarkan isi iklan dan ragam
iklan :
1. Isi Iklan
1.1 Hak Cipta
Penggunaan, penyebaran, penggandaan,
penyiaran atau pemanfaatan lain materi atau bagian dari materi periklanan yang
bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek
yang sah.
1.2 Bahasa
Iklan harus
disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh
khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan
persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang
dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.
Penggunaan kata
”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh
produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat
resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
Pada prinsipnya
kata halal tidak untuk diiklankan. Penggunaan
kata “halal” dalam iklan pangan hanya dapat
ditampilkan berupa label pangan yang mencantumkan logo halal untuk
produk–produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama
Indonesia atau lembaga yang berwenang..
1.3 Tanda Asteris (*)
1.3.1 Tanda asteris pada iklan di
media cetak tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan,
membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga
sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan
sesuatu produk.
1.3.2 Tanda asteris pada iklan di
media cetak hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau
sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
1.4 Pencantum Harga
Jika harga sesuatu produk dicantumkan
dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen
mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
1.5 Garansi
Jika suatu iklan mencantumkan garansi
atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat
dipertanggungjawabkan.
1.6 Janji Pengembalian Uang (warranty)
Jika suatu iklan menjanjikan
pengembalian uang ganti rugi atas pembelian suatu produk yang ternyata
mengecewakan konsumen, maka:
1.6.1. Syarat-syarat pengembalian uang
tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan
atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang.
1.6.2. Pengiklan wajib mengembalikan
uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
1.63 Kekerasan
Iklan tidak boleh – langsung maupun
tidak langsung – menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi
kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
2. Ragam Iklan
2.1 Minuman Keras
Iklan minuman keras maupun gerainya
hanya boleh disiarkan di media nonmassa dan wajib memenuhi ketentuan berikut:
2.1.1 Tidak mempengaruhi atau
merangsang khalayak untuk mulai meminum minuman keras.
2.1.2 Tidak menyarankan bahwa tidak
meminum minuman keras adalah hal yang tidak wajar.
2.1.3 Tidak menggambarkan penggunaan
minuman keras dalam kegiatan-kegiatan yang dapat membahayakan keselamatan.
2.1.4 Tidak menampilkan ataupun
ditujukan terhadap anak-anak di bawah usia 17 tahun dan atau wanita hamil.
2.2 Rokok dan Produk Tembakau
2.2.1 Iklan rokok tidak boleh dimuat
pada media periklanan yang sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun.
2.2.2 Penyiaran iklan rokok dan produk
tembakau wajib memenuhi ketentuan berikut:
a.
Tidak merangsang atau menyarankan orang untuk merokok;
b. Tidak menggambarkan atau
menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan;
c. Tidak memperagakan atau menggambarkan dalam
bentuk gambar, tulisan, atau gabungan keduanya, bungkus rokok, rokok, atau
orang sedang merokok, atau mengarah pada orang yang sedang merokok.
2.3 Obat-obatan
2.3.1 Iklan tidak boleh secara
langsung maupun tersamar menganjurkan penggunaan obat yang tidak sesuai dengan
ijin indikasinya.
2.3.2 Iklan tidak boleh menganjurkan
pemakaian suatu obat secara berlebihan.
2.3.3 Iklan tidak boleh menganjurkan
bahwa suatu obat merupakan syarat mutlak untuk mempertahankan kesehatan tubuh.
2.3.4 Iklan tidak boleh memanipulasi
atau mengekspolitasi rasa takut orang terhadap sesuatu penyakit karena tidak
menggunakan obat yang diiklankan.
2.4 Produk Pangan
2.4.1 Iklan tidak boleh menampilkan
pemeran balita untuk produk yang bukan diperuntukkan bagi balita.
2.4.2 Iklan tentang pangan olahan yang
mengandung bahan yang berkadar tinggi sehingga dapat membahayakan dan atau
mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak–anak, dilarang dimuat dalam
media yang secara khusus ditujukan kepada anak–anak.
2.4.3 Iklan tentang pangan yang
diperuntukkan bagi bayi, dilarang dimuat dalam media massa. Pemuatan pada media
nonmassa, harus sudah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan, atau lembaga lain
yang mempunyai kewenangan serta mencantumkan keterangan bahwa ia bukan
pengganti ASI.
2.5 Vitamin, Mineral, dan Suplemen
2.5.1 Iklan harus sesuai dengan
indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen Kesehatan RI atau badan
yang berwenang untuk itu.
2.5.2 Iklan tidak boleh menyatakan
atau memberi kesan bahwa vitamin, mineral atau suplemen selalu dibutuhkan untuk
melengkapi makanan yang sudah sempurna nilai gizinya.
2.5.3 Iklan tidak boleh menyatakan
atau memberi kesan bahwa penggunaan vitamin, mineral dan suplemen adalah syarat
mutlak bagi semua orang, dan memberi kesan sebagai obat.
2.5.4 Iklan tidak boleh menyatakan
bahwa kesehatan, kegairahan dan kecantikan akan dapat diperoleh hanya dari
penggunaan vitamin, mineral atau suplemen.
2.6 Produk Peningkat Kemampuan Seks
2.6.1 Iklan produk peningkat kemampuan
seks hanya boleh disiarkan dalam media dan waktu penyiaran yang khusus untuk
orang dewasa.
2.6.2 Produk obat-obatan, vitamin,
jamu, pangan, jasa manipulasi, mantra dan sebagainya, tidak boleh secara
langsung, berlebihan, dan atau tidak pantas, menjanjikan peningkatan kemampuan
seks.
2.7 Kosmetika
2.7.1 Iklan harus sesuai dengan
indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen Kesehatan RI, atau badan
yang berwenang untuk itu.
2.7.2 Iklan tidak boleh menjanjikan
hasil mutlak seketika, jika ternyata penggunaannya harus dilakukan secara
teratur dan terus menerus.
2.7.3 Iklan tidak boleh menawarkan
hasil yang sebenarnya berada di luar kemampuan produk kosmetika.
2.8 Alat Kesehatan
2.8.1 Iklan harus sesuai dengan jenis
produk yang disetujui Departemen Kesehatan RI, atau badan yang berwenang untuk
itu.
2.8.2 Iklan kondom, pembalut wanita,
pewangi atau deodoran khusus dan produk-produk yang bersifat intim lainnya
harus ditampilkan dengan selera yang pantas, dan pada waktu penyiaran yang
khusus untuk orang dewasa.
2.9 Alat dan Fasilitas Kebugaran atau
Perampingan
Iklan yang menawarkan alat atau
fasilitas kebugaran atau perampingan, tidak boleh memberikan janji yang tidak
dapat dibuktikan ataupun mengabaikan efek samping yang mungkin timbul akibat penggunaan
alat atau fasilitas tersebut.
Etika Persaingan Dalam Periklanan
Etika dan tata krama harus dipenuhi
dalam segala aktivitas periklanan untuk mendapatkan respon positif dan menjauhi
sikap penolakan dari audience.
Dalam etika periklanan dikenal prinsip
Swakramawi (self-regulation) adalah suatu prinsip atau paham yang dianut oleh
mayarakat periklanan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan tidak
hanya pada kode etik periklanan prinsip ini diterapkan, namun juga di banyak
kode etik profesi maupun kode etik bisnis lainnya.
Pada awal dikenalnya swakramawi,
sepenuhnya adalah dimaksudkan untuk melindungi pelaku perniagaan dari
persaingan yang tidak adil atau tidak sehat. Tujuan ini kemudian berkembang seiring
dengan ketatnya persaingan dan kian kuatnya gerakan konsumerisme sehingga kini
swakramawi lebih banyak ditujukan untuk melindungi konsumen. Secara sederhana,
tujuan penerapan prinsip swakramawi adalah: untuk dapat dengan sebaik-baiknya mempertahankan
kewibawaan komunikasi pemasaran termasuk periklanan demi kepentingan semua
pihak.
Etika Persaingan dalam Periklanan (Makmun Riyanto)
Beberapa prinsip swakramawi yang
diserap oleh kebanyakan kode etik periklanan di berbagai negara yang dalam
tatakrama periklanan disebut azas umum tatakrama periklanan Indonesia adalah:
1. Jujur, bertanggungjawab, dan tidak bertentangan
dengan hukum
negara.
2. Sejalan dengan nilai-nilai
sosial-budaya masyarakat.
3. Mendorong persaingan, namun dengan
cara-cara yang adil dan sehat
(dijiwai persaingan yang sehat).
Dari tiga azas umum tatakrama
periklanan Indonesia tersebut yang berkaitan dengan persaingan adalah bahwa
iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang
berlaku dan iklan harus dijiwai oleh persaingan yang sehat.
Metodologi Penelitian
Objek penelitian
Dalam masalah ini penulis
mengambil objek penelitian kepada produsen yang ingin beriklan diperiklanan
indonesia.
Pembahasan
Data dan objek penelitian
ini adalah orang-orang yang ingin beriklan didalam dunia periklanan indonesia
Kesimpulan
Bahwa periklanan di Indonesia juga memiliki etika yang harus diperhatikan,
dan jangan asal beriklan kalau tidak ingin terkena sanksi.
Saran
Bagi
yang ingin menjalankan usaha didunia periklanan dan ingin mengiklankannya harus
mengetahui tata cara aturan etika periklanan di Indonesia.
Daftar Pustaka
Blogger.com
Google.com
http://tugasmarkom.blogspot.com/