Sabtu, 23 November 2013

Tugas ke-3 Etika Bisnis : IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA

Kelas : 4EA17
Nama : Arya Birama
Npm : 11210149
Tugas Ke 3
TUGAS 3 SOFTSKILL
ETIKA BISNIS
Ø ARYA BIRAMA TRIE SATRIA     (11210149)      4EA17




Judul
            Iklan dalam etika dan estetika periklanan di Indonesia”

Abstrak
Arya Birama, 11210149
Iklan dalam etika dan estetika periklanan di Indonesia
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2013
Kata kunci :  Iklan dalam etika dan estetika

( xi + 13  halaman )

Untuk mengetahui cara etika periklanan di Indonesia.


PENDAHULUAN

·       *  Definisi Iklan
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nilai-nilai informatifnya, dan menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tinggi dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan. Padahal, sebagaimana juga digarisbawahi oleh Britt, iklan sejak semula tidak bertujuan memperbudak manusia untuk tergantung pada setuap barang dan jasa yang ditawarkan, tetapi justru menjadi tuan atas diri serta uangnya, yang dengan bebas menentukan untuk membeli, menunda atau menolak sama sekali barang dan jasa yang ditawarkan. Hal terakhir ini yang justru menegaskan sekali lagi tesis bahwa iklan bisa menghasilkan keuntungan-keuntungan bagi masyarkat.

·         * Sejarah Periklanan
Secara mendasar, upaya periklanan telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Banyak penemuan-penemuan purbakala yang mengungkapkan adanya bukti kegiatan promosi dan periklanan sejak jaman dahulu, walaupun masih dilakukan dalam bentuk yang sangat sederhana. Sejarah periklanan telah dimulai ribuan tahun lalu, ketika bangsa-bangsa di dunia mulai melakukan pertukaran barang. Wright (dalam Liliweri, 1992) mencatat bahwa kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi, bangsa Mesopotamia dan Babilonia telah meletakkan dasar-dasar periklanan seperti yang terlihat sekarang ini. Pada jaman itu, pedagang-pedagang menyewa perahu-perahu dan menyuruh pedagang keliling mengantarkan hasil produksi ke konsumen yang tinggal di pedalaman dengan menggunakan teknik pemasaran door to door. Pada jaman Yunani dan Romawi, teknik beriklan mengalami perkembangan . Pada jaman ini telah dikenal perdagangan antarkota dimana iklan pada terekota dan perkamen sudah mulai digunakan untuk kepentingan Lost & Found (Kasali, 1995). Pada masa inilah mulai disadari pentingnya menggunakan medium untuk menyampaikan informasi. Para pemilik usaha menggunakan pahatan di dinding-dinding kota untuk memberitahu orang banyak bahwa mereka mempunyai dagangan tertentu. Pada zaman Caesar, banyak toko di kota-kota besar yang telah mulai memakai tanda dan symbol atau papan nama sebagai media utama dalam beriklan.
Periklanan memasuki babak sejarah yang sangat penting ketika kertas ditemukan pada tahun 1215 di Cina dan mesin cetak diciptakan Johann Gutenberg pada tahun 1450. Sejak itu medium-medium kuno ditinggalkan. Orang beralih ke pamphlet atau selebaran-selebaran untuk menginformasikan atau menjual sesuatu. Selebaran dan pamflet inilah yang menjadi cikal bakal munculnya surat kabar, sebuah medium klasik yang sampai sekarang tetap menjadi pilihan pengiklan sebagai medium utama.Periklanan mengalami perkembangan yang luar biasa cepat seiring dengan tumbuhnya era industri. Populasi penduduk dunia meningkat, industri-industri baru tumbuh dan iklan menempati posisi yang penting untuk mendorong penjualan. Sampai abad 19, belum ada perusahaan periklanan (advertising agency) baik di Eropa maupun di Amerika. Jadi, siapapun yang ingin mengiklankan sesuatu harus berhubungan dengan surat kabar. Sekitar tahun 1800-an, kerumitan dan kesulitan diantara pengiklan dan surat kabar mulai berkembang. Para pengiklan merasakan kebutuhan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, bukan hanya masyarakat yang tinggal satu kota dengannya saja sebagaimana distribusi surat kabar pada masa itu. Perkembangan itulah yang melahirkan kebutuhan perlunya penghubung antara surat kabar dengan pengiklan. Hower mencatat dua nama pertama yang bertindak sebagai advertising agent, yaitu Volney B. Palmer di Philadelphia dan John Hooper di New York. Oleh orang-orang sesudah mereka, bisnis tersebut dikembangkan ke dalam sebuah institusi yang disebut advertising agency.
        Karena memiliki tanggung jawab moral dan interaksi yang cukup banyak dengan beragam segmen, para praktisi periklanan di sekitar abad 19 mulai meletakkan standar-standar periklanan yang lebih baik. Sebagai contoh, FW Ayer & Son yang didirikan di Philadelphia menjadi advertising agency tertua yang memberi tatanan modern pada bisnis periklanan. Agency yang didirikan Francis Wayland Ayer ini memperbaiki teknik-teknik periklanan dan memajukan standar layanan sebuah agency, termasuk mengembangkan prinsip-prinsip etika bagi sebuah bisnis yang sukses.
Beberapa standar penting yang berlaku saat ini merupakan ‘peninggalan’ para praktisi periklanan di abad 19 maupun awal-awal abad 20, seperti besarnya persentase komisi bagi agency sebesar 15% yang berlaku pada tahun 1917 maupun pembagian aktifitas perusahaan periklanan ke dalam 3 bidang dasar yaitu account, creative dan media.

·        Perkembangan periklanan di Indonesia
Perkembangan periklanan di Indonesia telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut bukan hanya dari perusahaan / produsen, tetapi juga dari individu yang mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.
Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar “De Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel / penginapan di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya.

·       *  Fungsi Periklanan
Periklanan dibedakan dalam dua fungsi : fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif.




LANDASAN TEORI

Pengertian tata cara beriklan di Indonesia

·         Diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI)
EPI menyusun pedoman tata krama periklanannya melalui dua tatanan :
Tata Krama (Code of Conducts)

Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang bukan tentang unsur efektivitas, estetika, dan seleranya. Adapun ketentuan yang dibahas meliputi:
- Tata krama isi iklan
- Tata krama raga iklan
- Tata krama pemeran iklan
- Tata krama wahana iklan
Tata Cara (Code of Practices)
Hanya mengatur praktek usaha para pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling berhubungan.
Ada 3 asas umum yang EPI jadikan dasar, yaitu :
1. Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
2. Bersaing secara sehat.
3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
  
Tata Krama Periklanan yang diatur oleh EPI
Diatur berdasarkan isi iklan dan ragam iklan :

1. Isi Iklan
1.1 Hak Cipta
Penggunaan, penyebaran, penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain materi atau bagian dari materi periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.

1.2 Bahasa
Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh
khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.
Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh
produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
Pada prinsipnya kata halal tidak untuk diiklankan. Penggunaan
kata “halal” dalam iklan pangan hanya dapat ditampilkan berupa label pangan yang mencantumkan logo halal untuk produk–produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia atau lembaga yang berwenang..

1.3 Tanda Asteris (*)
1.3.1 Tanda asteris pada iklan di media cetak tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk.
1.3.2 Tanda asteris pada iklan di media cetak hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.

1.4 Pencantum Harga
Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
1.5 Garansi
Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
1.6 Janji Pengembalian Uang (warranty)
Jika suatu iklan menjanjikan pengembalian uang ganti rugi atas pembelian suatu produk yang ternyata mengecewakan konsumen, maka:
1.6.1. Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang.
1.6.2. Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
1.63 Kekerasan
Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung – menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.

2. Ragam Iklan
2.1 Minuman Keras
Iklan minuman keras maupun gerainya hanya boleh disiarkan di media nonmassa dan wajib memenuhi ketentuan berikut:
2.1.1 Tidak mempengaruhi atau merangsang khalayak untuk mulai meminum minuman keras.
2.1.2 Tidak menyarankan bahwa tidak meminum minuman keras adalah hal yang tidak wajar.
2.1.3 Tidak menggambarkan penggunaan minuman keras dalam kegiatan-kegiatan yang dapat membahayakan keselamatan.
2.1.4 Tidak menampilkan ataupun ditujukan terhadap anak-anak di bawah usia 17 tahun dan atau wanita hamil.

2.2 Rokok dan Produk Tembakau
2.2.1 Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun.
2.2.2 Penyiaran iklan rokok dan produk tembakau wajib memenuhi ketentuan berikut:
a.     Tidak merangsang atau menyarankan orang untuk merokok;
b. Tidak menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan;
c.  Tidak memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan, atau gabungan keduanya, bungkus rokok, rokok, atau orang sedang merokok, atau mengarah pada orang yang sedang merokok.

2.3 Obat-obatan
2.3.1 Iklan tidak boleh secara langsung maupun tersamar menganjurkan penggunaan obat yang tidak sesuai dengan ijin indikasinya.
2.3.2 Iklan tidak boleh menganjurkan pemakaian suatu obat secara berlebihan.
2.3.3 Iklan tidak boleh menganjurkan bahwa suatu obat merupakan syarat mutlak untuk mempertahankan kesehatan tubuh.
2.3.4 Iklan tidak boleh memanipulasi atau mengekspolitasi rasa takut orang terhadap sesuatu penyakit karena tidak menggunakan obat yang diiklankan.

2.4 Produk Pangan
2.4.1 Iklan tidak boleh menampilkan pemeran balita untuk produk yang bukan diperuntukkan bagi balita.
2.4.2 Iklan tentang pangan olahan yang mengandung bahan yang berkadar tinggi sehingga dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak–anak, dilarang dimuat dalam media yang secara khusus ditujukan kepada anak–anak.
2.4.3 Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi, dilarang dimuat dalam media massa. Pemuatan pada media nonmassa, harus sudah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan, atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan serta mencantumkan keterangan bahwa ia bukan pengganti ASI.

2.5 Vitamin, Mineral, dan Suplemen
2.5.1 Iklan harus sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen Kesehatan RI atau badan yang berwenang untuk itu.
2.5.2 Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa vitamin, mineral atau suplemen selalu dibutuhkan untuk melengkapi makanan yang sudah sempurna nilai gizinya.
2.5.3 Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa penggunaan vitamin, mineral dan suplemen adalah syarat mutlak bagi semua orang, dan memberi kesan sebagai obat.
2.5.4 Iklan tidak boleh menyatakan bahwa kesehatan, kegairahan dan kecantikan akan dapat diperoleh hanya dari penggunaan vitamin, mineral atau suplemen.

2.6 Produk Peningkat Kemampuan Seks
2.6.1 Iklan produk peningkat kemampuan seks hanya boleh disiarkan dalam media dan waktu penyiaran yang khusus untuk orang dewasa.
2.6.2 Produk obat-obatan, vitamin, jamu, pangan, jasa manipulasi, mantra dan sebagainya, tidak boleh secara langsung, berlebihan, dan atau tidak pantas, menjanjikan peningkatan kemampuan seks.


2.7 Kosmetika
2.7.1 Iklan harus sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen Kesehatan RI, atau badan yang berwenang untuk itu.
2.7.2 Iklan tidak boleh menjanjikan hasil mutlak seketika, jika ternyata penggunaannya harus dilakukan secara teratur dan terus menerus.
2.7.3 Iklan tidak boleh menawarkan hasil yang sebenarnya berada di luar kemampuan produk kosmetika.

2.8 Alat Kesehatan
2.8.1 Iklan harus sesuai dengan jenis produk yang disetujui Departemen Kesehatan RI, atau badan yang berwenang untuk itu.
2.8.2 Iklan kondom, pembalut wanita, pewangi atau deodoran khusus dan produk-produk yang bersifat intim lainnya harus ditampilkan dengan selera yang pantas, dan pada waktu penyiaran yang khusus untuk orang dewasa.

2.9 Alat dan Fasilitas Kebugaran atau Perampingan
Iklan yang menawarkan alat atau fasilitas kebugaran atau perampingan, tidak boleh memberikan janji yang tidak dapat dibuktikan ataupun mengabaikan efek samping yang mungkin timbul akibat penggunaan alat atau fasilitas tersebut.

Etika Persaingan Dalam Periklanan
Etika dan tata krama harus dipenuhi dalam segala aktivitas periklanan untuk mendapatkan respon positif dan menjauhi sikap penolakan dari audience.

Dalam etika periklanan dikenal prinsip Swakramawi (self-regulation) adalah suatu prinsip atau paham yang dianut oleh mayarakat periklanan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan tidak hanya pada kode etik periklanan prinsip ini diterapkan, namun juga di banyak kode etik profesi maupun kode etik bisnis lainnya.
Pada awal dikenalnya swakramawi, sepenuhnya adalah dimaksudkan untuk melindungi pelaku perniagaan dari persaingan yang tidak adil atau tidak sehat. Tujuan ini kemudian berkembang seiring dengan ketatnya persaingan dan kian kuatnya gerakan konsumerisme sehingga kini swakramawi lebih banyak ditujukan untuk melindungi konsumen. Secara sederhana, tujuan penerapan prinsip swakramawi adalah: untuk dapat dengan sebaik-baiknya mempertahankan kewibawaan komunikasi pemasaran termasuk periklanan demi kepentingan semua pihak.

Etika Persaingan dalam Periklanan (Makmun Riyanto)
Beberapa prinsip swakramawi yang diserap oleh kebanyakan kode etik periklanan di berbagai negara yang dalam tatakrama periklanan disebut azas umum tatakrama periklanan Indonesia adalah:
1.      Jujur, bertanggungjawab, dan tidak bertentangan dengan hukum  
negara.
2. Sejalan dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat.
3. Mendorong persaingan, namun dengan cara-cara yang adil dan sehat
    (dijiwai persaingan yang sehat).
Dari tiga azas umum tatakrama periklanan Indonesia tersebut yang berkaitan dengan persaingan adalah bahwa iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan iklan harus dijiwai oleh persaingan yang sehat.

Metodologi Penelitian
Objek penelitian
            Dalam masalah ini penulis mengambil objek penelitian kepada produsen yang ingin beriklan diperiklanan indonesia.

Pembahasan
            Data dan objek penelitian ini adalah orang-orang yang ingin beriklan didalam dunia periklanan indonesia
           
Kesimpulan
   Bahwa periklanan di Indonesia juga memiliki etika yang harus diperhatikan, dan jangan asal beriklan kalau tidak ingin terkena sanksi.
Saran
            Bagi yang ingin menjalankan usaha didunia periklanan dan ingin mengiklankannya harus mengetahui tata cara aturan etika periklanan di Indonesia.
           

Daftar Pustaka
            Blogger.com
            Google.com
            http://tugasmarkom.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar