Nama : Arya Birama
Npm : 11210149
Tulisan Ke 2
TULISAN II SOFTSKILL
ETIKA BISNIS
Ø ARYA BIRAMA TRIE SATRIA (11210149) 4EA17
ETIKA
BISNIS DALAM ISLAM
Kegiatan bisnis (usaha) dalam kacamata
Islam, bukanlah kegiatan yang boleh dilakukan dengan serampangan dan sesuka
hati. Islam memberikan rambu-rambu pedoman dalam melakukan kegiatan usaha,
mengingat pentingnya masalah ini juga mengingat banyaknya manusia yang
tergelincir dalam perkara bisnis ini. Faktanya terdapat ancaman keras bagi
pelaku bisnis yang tidak mempedulikan etika, tetapi juga janji berupa keutamaan
yang besar bagi mereka yang benar-benar menjaga dirinya dari hal-hal yang
diharamkan.
Pembahasaan mengenai prinsip Islam
dalam dunia usaha tentunya sangatlah panjang, tetapi dalam bahasan singkat ini
kita bisa mendapat gambaran tentang garis besar tentang prinsip-prinsip moral
yang harus dipegang teguh oleh seorang pebisnis Muslim.
1. Niat yang Ikhlas.
Keikhlasan adalah perkara yang amat
menentukan. Dengan niat yang ikhlas, semua bentuk pekerjaan yang berbentuk
kebiasaan bisa bernilai ibadah. Dengan kita lain aktivitas usaha yang kita
lakukan bukan semata-mata urusan harta dan perut tapi berkaitan erat dengan
urusan akhirat.
Allah telah menegaskan bahwa
hakekatnya tujuan manusia diciptakan di muka bumi adalah untuk beribadah
kepadaNya “ Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah
kepaKu”(QS Adz Dzariyat ayat 56), maka tentunya semua aktivitas kita di dunia
tidak lepas dari tujuan itu pula. Rasulullah bersabda “ Sesungguhnya amalan
itu dengan niatnya ….”(Shahih Targhib wa Tarhib No.10)
Contoh niat yang ikhlas dalam usaha
bisa berlaku dlam lingkup pribadi maupun sosial. Dalam lingkup pribadi misalnya
meniatkan usaha yang halal untuk menjaga diri dari memakan harta dengan cara
haram, memelihara diri dari sikap meminta-minta, untuk mendukung kesempurnaan
ibadah kepada Allah I, menjaga silaturrahim dan hubungan kerabat dan motivasi
positif lainya
Dalam lingkup sosial, misalnya
meniatkan diri mencari harta untuk ikut andil dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
muslim, memberi kesempatan bekerja yang halal bagi orang lain, membebaskan
ummat dari ketergantungan terhadap produk “orang lain”, dan motif sosial
lainnya.
Niat-seperti diaktakan sebagian
orang-adalah bisnisnya para ulama. Karena pahala dari suatu perbuatan bisa
bertambah berkali-kali lipat jika didasari dengan niat yang ikhlas.
2. Akhlaq yang Mulia
Menjaga sikap dan perilaku dalam
berbisnis adalh prinsip penting bagi seorang pebisnis muslim. Ini karena Islam
sangat menekankan perilaku (akhlaq) yang baik dalam setiap kesempatan, termasuk
dala berbisnis.
Akhlaq mulia dalam berbisnis
ditekankan oleh Rasulullah dalam sabdanya “Seorang pedagang yang jujur dan
dapat dipercaya akan dikumpulkan bersama para nabi para shiddiq dan
oarang-orang yang mati syahid. Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda
“Semoga Allah memberi rahmatNya kepada orang yang suka memberi kelonggaran
kepada orang lain ketika menjual, membeli atau menagih hutang” (Shahih Bukhari
No.2076). Di antara akhlaq mulia dalam berbisnis adalah menepati janji, jujur,
memenuhi hak orang lain, bersikap toleran dan suka memberi kelonggaran.
3. Usaha yang halal
Seorang pebisnis muslim tentunya tidak
ingin jika darah dagingnya tumbuh dari barang haram, ia pun tak ingin memberi
makan keluarganya dari sumber yang haram karena kan sungguh berat
konsekuensinya di akhirat nanti. Dengan begitu, ia akan selalu berhati-hati dan
berusaha melakuan usaha sebatas yang dibolehkan oleh Allah dan RasulNya.
Rasulullah bersabda : “Setiap daging
yang tumbuh dari barang haram maka neraka lebih berhak baginya” (Shahihul Jami’
No. 4519)
4. Menunaikan Hak
Seorang pebisnis muslim selayaknya
bersegera dalam menunaikan haknya, seprti hak aryawannya mendapat gaji, tidak
menunda pembayaran tanggungan atau hutang, dan yang terpenting adalah hak Allah dalam soal harta seperti membayar zakat yang wajib. Juga, hak-hak orang lain
dalam perjanjian yang telah disepakati.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalh
peringatan Rasulullah kepada oarang mampu yang menunda pembayaran hutangnya
“Orang kaya yang memperlambat pembayaran hutang adalah kezaliman” (HR Bukhari,
Muslim dan Malik)
5. Menghindari riba dan segala
sarananya
Soerang muslim tentu meyakini bahwa
riba termasuk dosa besar, yang sangat keras ancamannya. Maka pebisnis muslim
akan berusaha keras untuk tidak terlibat sedikitpun dalam kegiatan usaha yang
mengandung unsur riba. Ini mengingat ancaman terhadap riba bukan hanya kepada
pemakannya tetapi juga pemberi, pencatat, atau saksi sekalipun disebutkan dalam
hadits Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah e melaknat mereka semuanya dan
menegaskan bahwa mereka semua sama saja (Shahih Muslim No. 1598)
6. Tidak memakan harta orang lain
dengan cara bathil
Tidak halal bagi seorang muslim untuk
mengambil harta orang lain secara tidak sah. Allah dengan tegas telah
melarang hal ini dalam kitabNya. Ini meliputi segala kegiatan yang dapat
menimbulkan kerugian bagi orang lain yang menjadi rekakan bisnisnya, baik itu
dengan cara riba, judi, kamuflase harga, menyembunyikan cacat barang atau produk,
menimbun, menyuap, bersumpah palsu, dan sebagainya. Orang yang memakan harta
orang lain dengan cara tidak sah berarti telah berbuat dhalim (aniaya) terhadap
orang lain. Allah berfirman: ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan kamu membawa
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui”.(QS Al Baqarah 188)
7. Komitmen terhadap peraturan dalam
bingkai syari’at
Soerang pebisnis muslim tidak akan
membiarkan dirinya terkena sanksi hukuman undang-undang hukum positif yang
berlaku di tenagh masyarakat. Misalnya dalam hal pajak, rekening membenahi
sistem akuntansi agar tidak terkena sangsi karena melanggar hukum. Hal itu
dilakukannya bukan untuk menetapkan adanya hak membyuat hukum ekpada manusia,
tetapi semata-mata untuk mengokohkan kewajiban yang diberikan Allah padanya
dan mencegah terjadinya keruskan yang mungkin timbul.
8. Tidak membahayakan/merugikan orang
lain
Rasulullah telah memberikan kaidah
penting dalam mencegah hal-hal yang membahayakan, dengan sabdanya “ Tidak
dihalalkan melakukan bahaya atau hal yang membahayakan orang lain (Irwa’ul
Ghalil No 2175)”. Termasuk katagori membahayakan orang lain adalah menjual
barang yang mengancam kesehatan orang lain seperti obat-obatan terlarang,
narkotika, makanan yang kedaluwarsa. Atau melakukan hal yang membahayakan
pesaingnya dan berpotensi menghancurkan usaha pesaingnya, seperti
menjelek-jelekkan pesaing, memonopoli, menawar barang yang masih dalam proses
tawar-menawar oleh orang lain. Seorang pebisnis muslim hendaknya bersikap fair
dalam berkompetisi, dan tidak melakukan usaha yang mengundang bahaya bagi
dirinya maupun orang lain.
9. Loyal terhadap orang beriman
Pebisnis muslim sekaliber apapun
tetaplah bagian dari umat Islam. Sehingga sudah selayaknya ia melakukan hal-hal
yang membantu kokohnya pilar-pilar masyarakat Islam dalam skala interasional,
regional maupun lokal. Tidak sepantasnya ia bekerjasama dengan pihak yang
nyata-nyata menampakkan permusuhannya terhadap umat Islam. Ini merupakan bagian
dari prinsip Al Wala’ (Loyalitas) dan Al Bara’ (berlepas diri) yang merupakan
bagian dari aqidah Islam. Sehingga ketika melaksanakan usahanya, seorang muslim
tetap akan mengutamakan kemaslahatan bagi kaum muslimin dimanapun ia berada.
Allah I berfirman : “Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena memelihara
diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu
terhadap diri -Nya. Dan hanya kepada Allah kembali.” (QS Ali Imran 28)
10. Mempelajari hukum dan adab
mu’amalah islam
Dunia bisnis yang merupakan interaksi
antara berbagai tipe manusia sangat berpotensi menjerumuskan para pelakunya ke
dalam hal-hal yang diharamkan. Baik karena didesak oleh kebutuhan perut, diajak
bersekongkol dengan orang lain secara tidak sah atau karena ketatnya persaingan
yang membuat dia melakukan hal-hal yang terlarang dalam agama. Karena itulah
seorang Muslim yang hendak terjun di dunia ini harus memahami hukum-hukum dan
aturan Islam yang mengatur tentang mu’amalah. Sehingga ia bisa memilah yang
halal dari yang haram, atau mengambil keputusan pada hal-hal yang tampak samar
(syubhat).
Mengingat pentingnya mempelajari
hukum-hukum jual beli inilah, Khalifah Umar bin Khatab mengeluarkan dari pasar
orang-orang yang tidak paham hukum jual beli.
Sumber :
Judul Buku : Fiqih Ekonomi Keuangan Islam,
Penulis : Prof. Dr. Shalah Ash Shawi dan Prof. Dr. Abdullah Al Muslih,
Penerbit : Darul Haq, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar